
kami melihat banyak fenomena berganti-ganti pacar dan banyak alasan-alsan pemutusan sepihak atau kesepakatan bersama atau perceraian.
terlepas dari pernikahan. kami melihat bahwa sex (ya! kami mengatakan sexs) adalah faktor terpenting (sangat penting) dan utama dalam mengalahkan cinta pada pandangan pertama, cinta dan puisinya, cinta dan bunuh dirinya, cinta dan kangen, cinta dan lagu, cinta dan keomantikannya, dll. ya! moral kita memang seperti itu!.
semua orang bisa jadi melupakan pacar terbaik-terbaiknyanya, melupakan sejarah masa silam, melupakan pacar yang paling cakepnya, melupakan tidur dan bercumbu pada pacarnya yang dulu-dulu dan melupakan lain-lainya hanya untuk menikahi seseorang yang sebenarnya terlihat tidak cocok/tidak layak bahkan impossible!.
jadi yang dipikirkan bukan masalah cinta dan cinta memang bisa dibuat (berawal dari jenis pemunculan aksi). cinta memang sebuah gambaran idealis atas dirisendiri yang diambil dari gambaran masyarakat, apa itu indah? putri nan cantik?, kesatria gagah berani?, dunia impian, dll. tapi waktu diputus/dicereai memang benar-benar meremahkan hati. kita merasa bersalah/menyesali semua yang terjadi selama ini atau mencoba merasionalisasikan kita benar/kita harus menang. untuk itu ketahuilah siapa yang benar dan salah. dan cobalah belajar banyak dari sejarah ini, asal jangan meremehkan apa yang terjadi.
kenapa coba cinta itu terjadi untuk kesekian kalinya?
kenapa coba cinta itu masuknya dari mana saja? hanya dengan pandangan mata atau hanya dengan penampilan atau mungkin dengan membaca blog.
kenapa coba Tuhan memberikan kita kitab sebagai penuntun hidup, dan kadang kita membiarkannya?
sexs saat ini dan sebelumnya dengan siapapun dan kapanpun sama saja (kenikmatan! pribadi) bahkan dengan orang gila sekalipun!.
menikahi seseorang yang sebenarnya terlihat tidak cocok/layak bahkan tidak mungkin! pastinya memiliki pergantian dunia (bukan dunia percintaan remaja/apa itu indah? putri canti? kesatria gagah perkasa? dll) dengan perbedaan dunia itu tanggungjawab sosial dan/atau agama menjadi acuan dimana peran seorang istri/suami hanya untuk meminimalisir tekanan sosial (menjalankan peran sosial) lebih-lebih kehadiran anak!.
ya!orientasi yang dibangun saat pacaran dulu/barusan aja sudah berubah hanya untuk kata "bertahan hidup" dan "hidup berkualitas."
artinya kita memang pilih-pilih dan takut menikah sebenarnya takut!. dan, kita memang meremahkan ciptaaan tuhan dan meremehkan apa itu cinta dan pasangan (amanat orantuanya).
dalam pacaran (umumnya remaja) sebenarnya kebutuhan ekonomilah yang terpenting dan tidak disadari untuk mengarah kepernikahan.
dalam pacaran sebenarnya memanfaatkan nafsu dan disadari. Dan, memanfaatkan anggapan "masih pacaran" belum menikah.
menyoal sex dalam pernikahan kemungkinan yang terjadi hanya ada dua: 1. ketidak puasan akibat dulunya pernah melakukannya (berganti-ganti pacar: suara hatinya memang segitu?!). 2. sexs bukan jadi alasan utama tapi kebutuhan lain termasuk mencari "bertahan hidup" dan "hidup berkualitas" yang terbaik dan lebih dan lebih.
kami menyarankan:
1. sadarlah kebutuhan itu tidak terbatas.
2. jalan hidup itu tidak kita ketahui.
3. terima apa adanya (hentikan kepuasan batin yang gak realistis).
4. satu untuk seterusnyaaaaaaaa...........
5. ketahui dia dengan "agama" dan kontrol/kedekatan dengan keluarga
6. berfikir sebelum menembak!.
7. berfikirlah bibit, bebet, bobot dia.
8. sexs itu memang mengalahkan cinta saat ini dan sebelumnya.
9. cinta itu bisa bisa dibuat, cukup dengan mewujudkan harapan-harapannya. untuk sementara bagi yang pacaran untuk menjaganya mending sama-sama terbuka (mempersamakan visi dan misi) plus sedikit "indah-indahan"
10.relistis aja!.
11.dan jangan lupa tanggungjawab. Ok!
selebihnya memang "gatal"